Budaya di Balik Media Sosial Kekinian dan Kemajuan Negara

Related image

AKHIR-AKHIR ini berita anak muda jaman sekarang, akun-akun bermotifkan bisnis banyak membanjiri sosial media. Mulai akun yang hanya jual produk-produk umum, sampai yang mempromosikan barang dan layanan yang lain. Tetapi nyatanya tidak semua akun itu memperhitungkan segi sosiologis. Selanjutnya, mereka yg tidak bijak jadikan apa pun yang tengah trend di market jadi nilai jual untuk menghadirkan uang. Sayangnya, beberapa trend yang digeluti peselancar sosial media ini ada pada kisaran cinta, jokes yg tidak terang, dan bahkan juga sensual.

Baik LINE maupun Instagram, info yang dihidangkan sedikit yang positif. Sebaliknya, tidak sedikit info yang dihidangkan malah kurang berguna, bahkan juga negatif. Misalnya beberapa informasi yang hanya bergelut dalam bermacam perasaan (kebimbangan, menyindir-nyindir, dan yang lain). Bahkan juga ada yang negatif (bahasanya kotor, ada tingkah laku mengejek namun dibalut dengan kebahagiaan, juga beberapa content sensual). Walau sebenarnya, keadaan hidangan info yang sesuai sama itu dapat membuat budaya beberapa pemakai sosial media, lebih-lebih beberapa pemuda yang aktif di dalamnya.

Searah dengan Horton dan Hunt (1987 : 58), budaya yaitu semua suatu hal yang dipelajari dan dihadapi dengan dengan sosial oleh beberapa anggota suatu orang-orang. Kebudayaan mencakup keseluruhnya pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, kebiasaan istiadat, semua kekuatan dan rutinitas (Tylor dalam Damsar, 2015 : 5). Dapat disebutkan, anggota orang-orang tidak hanya pelajari dan melakukan budaya yang ada, tetapi juga membuat budaya yang baru melalui sistem belajar.

Belajar berita remaja kekinian yaitu suatu usaha untuk jadi tahu fakta dan/atau dapat melakukan suatu hal. Jadi, selama manusia mengerti fakta atau tingkah laku, ketika itu juga dia dapat menghayatinya, membiasakannya dalam fikiran, mengerjakannya, dan bahkan juga membuatnya jadi salah satu prinsip kehidupan. Dan pada akhirnya, yang dipelajari itu juga akan jadi bagian dari hidupnya, tak tahu itu style bicara, diksi, dan bahkan juga paradigma.

Dalam satu periode, manusia juga akan pelajari dan mengaplikasikan budaya yang ditampilkan lingkungannya, sambil mengubah budaya itu berdasar pada pengetahuan-pengetahuan yang baru didapat. Akhirnya, dapat berbentuk kebudayaan positif (berfikir gawat, sopan, perduli sesama, dan hal positif yang lain), dan dapat pula berbentuk kebudayaan negatif (berfikir simpel, emosional, dan bahkan juga individualistik), sebab tergantung pada apa yang dipelajari dan diterimanya.

Jika kita kembali menengok sosial media, maka beberapa pemakai dapat pelajari dan membuat budaya hidup yg tidak positif. Terlebih beberapa informasi itu dihidangkan dengan berkali-kali, walau terkadang dengan bentuk pesan yang berlainan. Dengan hal tersebut, pada saat suatu anggota orang-orang aktif menelusuri sosial media, walau dia telah berbudaya dengan bagus (misalnya religious) maka budayanya juga akan punya potensi untuk alami perubahan : tak tahu bercampur-baur dengan yang salah, bahkan juga tak akan religius.

Pergerakan Menuju Indonesia Lebih Baik

Untuk menghindar timbulnya berita anak muda terkini budaya yang makin negatif, maka sebaiknya untuk kita untuk menghimpit beberapa informasi yang tidak bermanfaat dan negatif. Langkahnya dapat dengan bermacam jenis. Kita dapat menebarkan info lebih berguna, tidak mensupport —seperti “like and share”— akun-akun yang menebarkan info kurang berguna dan relatif mengakibatkan kerusakan. Bahkan juga jika memang perlu memberikan laporan hal yang negatif pada pihak berwenang.

Info berguna sesungguhnya bukan sekedar yang di produksi oleh “Taste Made”. Arti manfaat itu sangat dalam bila dikilas balik dengan analitis. Tetapi, secara singkat, kita dapat maknai itu jadi usaha untuk berperan dalam pembangunan negara. Misalnya memberi info keilmuan memecahkan problem bangsa, karya-karya ilmiah (tehnologi, ide, dll), motivasi hal positif, sama-sama mengingatkan dalam kebaikan, up-date sekitar pemerintahan, mengajari hidup serasi dalam konteks multicultural Indonesia, dan aktivitas sosial beda yang bertujuan menolong pemerintah memberantas beberapa masalah yang belum juga teratasi.

Sesungguhnya terdapat beberapa problem yang bermunculan di orang-orang. Subyek yang merampungkan problem orang-orang itu, menurut anggapan sosiologis, bukan sekedar dilakukan oleh institusi-institusi sosial (seperti institusi pendidikan, agama, organisasi, budaya dan yang lain) tetapi juga dilakukan oleh anggota orang-orangnya. Dengan menyeimbangkan semua bagian di negara ini, maka perkembangan cepat telah dimuka mata. Demikian juga dengan bagian budaya.

Perkembangan suatu bangsa bukan sekedar terdapat pada banyak tehnologi dan uang yang dipegang oleh anggota orang-orangnya, tetapi perkembangan semua bagian negaranya. Tetapi jika kita tidak menyempatkan diri untuk mengerti fakta, menghayati beberapa masalah yang ada, merenungkan pemecahan problemnya, penulis sangka majunya bangsa hanya berupa angan-angan yang dibangga-banggakan. (*)

Komentar